Ini Pandangan Mantan Pengacara Bharada E, Muhammad Burhanuddin, Soal Vonis Mati Ferdy Sambo

  • Bagikan
Muhammad Burhanuddin (kanan) saat berpose dengan Hotman Paris (tengah) dan pengacara (alm.) Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak (kiri)

Tiga hal itu, menurut Burhanuddin, yakni pertama kasus terbuka ke publik, "bukan tembak menembak" sebagaimana informasi yang beredar sebelumnya, dan yang membuka itu bukan pengacara Joshua tapi pengacara Bharada E.

Kedua, Bharada E mendapat Justice Collaborator (JC). Itu karena keberanian dia dan Deolipa mengajukan JC ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), walau ditentang penyidik Bareskrim.

Ketiga simpati publik mengalir ke Bharada E sebagai sosok pahlawan walau pengacara pengganti menuding dia dan Deolipa hanya wara-wiri di media. Tapi efeknya mereka rasakan sekarang sebagai media darling yang dipanggil wawancara tiap hari.

"Saya bersama Deolipa Yumara diangkat jadi pengacara Bharada E sejak tanggal 7 Agustus 2022. Berakhir sekitar satu Minggu kemudian," kata Burhanuddin saat dikonfirmasi soal posisinya sebagai pengacara Bharada E.

Dia lalu mengomentari putusan Ferdy Sambo. Katanya, untuk putusan FS perlu juga dibatasi koridor terkait kemandirian hakim dalam memutus perkara. Yang dapat mengoreksi putusan itu adalah putusan di atasnya.

Dia juga menyorot adanya disparisitas putusan terkait pasal 340 KUHP.

Ketika diskusi menyentuh aspek hak asasi manusia dalam hukuman mati, Burhanuddin menjelaskan bahwa terhadap pasal hukuman mati ini, pernah dia ajukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi tidak diterima karena sudah pernah diajukan oleh Todung Mulya Lubis dkk dan ditolak MK.

Dia lalu menyampaikan kemungkinan-kemungkinan nasib Ferdy Sambo pasca vonis mati berdasarkan pengalamannya.

Di Mahkamah Agung (MA), saat mengajukan banding, bisa saja Ferdy Sambo mendapat hukuman 20 tahun, lebih rendah daripada hukuman pada tingkat pertama.

"Pernah kita tangani kasus pidana mati jadi seumur hidup… seumur hidup jadi 20 tahun," beber Burhanuddin berbagi pengalaman.

Ditambahkan, hukuman mati dalam praktik, eksekusinya butuh waktu lama. Kasus-kasus pidana mati yang sudah inkracht dan peninjauan kembali (PK) berkali-kali masih banyak yang belum dieksekusi terutama gembong narkoba. Masih banyak di Nusa Kambangan yang belum dieksekusi meski sudah puluhan tahun menjalani hukuman.

"Kebetulan ji Kanda pernah tangani kasus-kasus pidana mati dan pernah riset terkait pidana mati," katanya merendah, ketika ada yang mengapresiasi padangannya di grup.

Muhammad Burhanuddin kemudian mengusulkan supaya Unhas Kolaborasi bisa mengambil panggung terdepan terkait isu-isu aktual di pentas nasional. Bisa dengan Uji Meteriil di MK atau dengar pendapat dengan Komisi III terkait hukum. (*)

  • Bagikan