Kejati Intensifkan Penyidikan Korupsi Tambang Pasir Laut Takalar

  • Bagikan

MAKASSAR, BKM.FAJAR.CO.ID - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, mulai mengintensifkan penanganan perkara dugaan korupsi Penjualan tambang pasir laut di Kabupaten Takalar. Kasus ini sendiri telah bergulir di tahap penyidikan.
Tim penyidik akan kembali melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan jual beli tambang pasir laut tahun 2020 di Kabupaten Takalar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, mengatakan, pemeriksaan tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat ini. ”Penyidik akan kembali mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus ini,” ujar Soetarmi, Senin (9/5).

Saksi-saksi yang akan dipanggil nantinya kata Soetarmi, adalah saksi-saksi yang dianggap ada keterkaitan dalam penyidikan kasus ini. Termasuk pihak-pihak yang sebelumnya telah dimintai keterangannya, saat kasus ini bergulir di tahap penyelidikan.
Diketahui, sebelumnya penyidik Kejati Sulsel sebelumnya telah memeriksa sejumlah pejabat di lingkup Pemkab Takalar dan dari pihak swasta. Termasuk sejumlah pihak perusahaan BUMN yang diduga ada kaitannya dalam penjualan tambang pasir laut di Kabupaten Takalar.

”Semua akan kita panggil dan kita periksa dalam waktu dekat ini,” tegasnya.
Diketahui, kasus ini diusut lantaran adanya dugaan potensi kerugian negara sebesar Rp13,5 miliar dalam penetapan harga jual tambang pasir laut di wilayah Takalar tahun 2020. Diduga, harga tambang pasir laut dijual Rp7.500 perkubik dari harga jual yang ditetapkan dalam peraturan sebesar Rp10.000 perkubik.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, turunnya nilai harga jual tambang pasir didasari adanya penawaran yang dilakukan pihak penambang. Total tambang pasir laut yang dieksploitasi mencapai lima juta kubik.
Tawaran pihak penambang kemudian direspon dengan rapat bersama sejumlah pejabat Pemkab Takalar. Tawaran pengurangan harga itu kemudian disetujui dan disepakati melalui berita acara.
Belakangan penetapan pengurangan harga jual tambang pasir laut tersebut, disinyalir tidak memiliki dasar regulasi yang kuat. Kebijakan itu dianggap aparat penegak hukum, sebagai langkah yang berpotensi merugikan keuangan negara yang cukup besar. (mat)

  • Bagikan