Pengukuhan Spesialis Mata JEC Orbita Makassar sebagai Guru Besar Universitas Hasanuddin

  • Bagikan

Di Sulawesi Selatan sendiri, situasi RD masih perlu menjadi sorotan. Dengan populasi penduduk sekitar 9,4 juta jiwa, prevalensi diabetes melitus-nya mencapai 7,4 persen - atau berkisar 695.600 penderita. Studi pendukung yang dikumpulkan Juli 2023-Juni 2024 mendapati temuan menarik.

Selama periode tersebut, RS Unhas dan Klinik Utama Mata JEC Orbita @ Makassar telah menjalankan tindakan operasi vitrektomi kepada 271 pasien RD - dengan 5,53 persen di antaranya berusia kurang dari 30 tahun. Ini memperlihatkan potensi nyata ancaman RD kepada kalangan usia produktif yang sangat berdampak signifikan pada kualitas hidup. Selain risiko kebutaan, RD juga sangat bisa berdampak pada aspek pendidikan hingga pilihan karier penderitanya.

Prof. DR. Dr. Habibah S. Muhiddin, SpM(K), menambahkan tanpa upaya pencegahan dan deteksi dini yang optimal, peningkatan jumlah penderita RD dapat mengurangi daya saing tenaga kerja dan membebani sistem kesehatan nasional.

"Karenanya, investasi dalam skrining, edukasi, dan pengobatan RD menjadi langkah krusial agar generasi usia kerja tetap sehat dan produktif. Dengan demikian, bonus demografi dapat dimanfaatkan secara maksimal.”

Berlandas analisis situasi dan berpijak pada tujuan agar bonus demografi tidak menjadi kesia-siaan, Prof. DR. Dr. Habibah S. Muhiddin, SpM(K) merumuskan tiga kebutuhan krusial untuk pencegahan kebutaan akibat RD di Indonesia.

Pertama, political will - dengan menempatkan RD sebagai prioritas indikator kesehatan, layaknya kesehatan ibu dan anak, stroke atau penyakit kardiovaskular lainnya. Kedua, sarana dan prasarana yang memadai - baik untuk skrining maupun terapi, termasuk laser fotokoagulasi seharusnya tersedia di seluruh kabupaten.

Ketiga, kolaborasi lintas profesi dan sektoral - dari tenaga kesehatan tingkat primer hingga tersier, antar dokter spesialis penyakit dalam endokrin metabolik dan spesialis mata, serta kerja sama dengan berbagai organisasi (baik pemerintah maupun non-pemerintah, dan nasional maupun internasional).

Sebagai realisasi pencegahan kebutaan akibat RD, sebelumnya Prof Habibah telah menggagas berbagai inisiatif strategis di Sulawesi Selatan. Melalui Departemen Ilmu Kedokteran Mata Unhas dan PERDAMI, Prof Habibah telah bekerja sama dengan Helen Keller International, Lions International, Yayasan Layak, CBM, Foresight Australia, Orbis International, Royal College of Ophthalmology, University of Dundee, Standard Chartered dan berbagai organisasi lain.

Kolaborasi tersebut telah melahirkan berbagai program, seperti pelatihan untuk dokter umum, dokter mata, perawat, optometrist, kader dan guru untuk skrining gangguan penglihatan, termasuk RD.

Mengakhiri pidatonya, Prof Habibah menyampaikan harapannya agar upaya preventif ini dapat terus berkembang dan berdampak. Untuk mengatasi masalah kebutaan dan gangguan penglihatan RD perlu tata laksana dari hulu sampai ke hilir, terutama pada usia produktif agar bonus demografi memberi impak positif bagi Indonesia.

"Kita semua bertanggung jawab untuk memastikan bahwa generasi mendatang memiliki akses ke layanan kesehatan mata yang berkualitas. Bersama, kita bisa membangun masa depan yang lebih cerah bagi bangsa ini,” tandasnya.

Pengukuhan Prof Habibah menambah jumlah dokter spesialis mata dari jaringan JEC Group yang menjadi delapan guru besar ilmu penyakit mata di berbagai universitas terkemuka Indonesia. Sebelumnya, gelar tersebut juga pernah dikukuhkan oleh Universitas Indonesia kepada (Almarhum) Prof. Dr. Istiantoro Sukardi, SpM(K), Prof. Dr. Tjahjono D. Gondhowiarjo, SpM(K), PhD; Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K); dan baru-baru ini, Prof. Dr. dr. Yunia Irawati, SpM(K).

Selain itu, Universitas Diponegoro mengukuhkan pula Prof. DR. Dr Winarto, SpM(K), serta Universitas Hasanudin telah memberikan gelar serupa kepada Prof. Dr. Budu, Ph.D., SpM(K),M.Med.Ed dan Prof. Dr. Andi Muhammad Ichsan, Ph.D., SpM(K).(*)

  • Bagikan

Exit mobile version