Saat ini, dengan usaha siomay yang ia geluti sudah bisa mempekerjakan satu orang karyawan yang digaji Rp.30 ribu perhari, dimana karyawan tersebut bertugas untuk membantu istrinya di rumah dalam memproses pembuatan siomay, baik itu memasak dan juga menggoreng. Dalam sehari, ia bisa memproduksi siomay berbahan 7 Kg daging, dengan modal usaha sebesar Rp. 300 s/d 400 ratus ribu, dan menghasilkan sekitar Rp. 700 s/d 800 ribu perhari.
Setiap hari ia menjajakan siomay dari kampung ke kampung, bahkan sesekali mangkal jika ada acara (event) yang dihadiri banyak warga di desa-desa sekitar tempat tinggalnya. Tak pernah ada kata lelah, pagi sampai sore ia hambiskan waktunya demi menjajakan siomay dengan menggunakan motor roda tiga yang masih utuh menopang asa Joko berserta keluarga kecilnya.
Dari hasil usahanya, ia sudah bisa membiayai kebutuhan hidup keluarganya, bahkan bisa mengontrak rumah toko (ruko) yang ia tinggali bersama istri dan sepasang anaknya, Arsyila (6 thn), dan Ramadhan (2 thn). Di ruko itulah, Joko mencoba mengembangkan usaha sampingan dengan membuka toko kelontong.
Jiwa entrepreneurnya terus membara demi membuktikan kepada khalayak, bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk ia bisa hidup mandiri. “Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Keterbatasan bukanlah hambatan. Jadikan kekurangan dan keunikan itu sebagai motivasi, karena dibalik semua itu, selalu saja ada rencana Tuhan yang indah. Hal tersebut bisa tercapai hanyausaha dan doa”. Ungkapan inilah yang menjadi spriti bagi Joko, sehingga masih survive dengan usaha yang ia geluti sampai sekarang.(*)