Pembina Institut Hukum Indonesia (IHI) : SP3 dan Restoratif Justice bagian Pro Justitia

  • Bagikan

MAKASSAR,BKM.FAJAR.CO.ID--Penyidik memiliki kewenangan melakukan penghentian penyidikan sesuai ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUAHP. Dan berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restorative justice. Para pihak diberikan ruang untuk menyelesaikan secara adil masalah dugaan pidana dengan maksud adanya pemulihan keadaan semula.


Oleh karena itu penghentian penyidikan yang dilakukan penyidik tentu sesuai koridor hukum sebagai bagian pro Justitia. Artinya Surat Perintah Penghentian Penyidikan dilakukan karena demi hukum.
Jadi seharusnya SP3 tidak boleh diperdebatkan lagi karena UU memberikan kewenangan kepada penyidik secara terukur, apalagi dilakukan atas dasar Restorative Justice dan didahului dengan pencabutan laporan. Sehingga logika hukumnya ketika perkara sudah dicabut laporannya dan sudah diselesaikan secara damai serta adil, maka tentu tidak ada pihak saksi korban yang dirugikan, sebagai syarat mutlak unsur delik tersebut.


Sungguh bijak kiranya, bila segala permasalahan UMI diselesaikan secara musyawarah dan bijaksana oleh yang terhormat para petinggi Yayasan Wakaf UMI berdasarkan pendekatan Islami.


UMI harus tetap eksis sebagai lembaga pendidikan/usaha dan dakwah untuk kemaslahatan ummat. Sebagai alumni amat berharap hadirnya Majelis Syuro UMI dari tokoh-tokoh UMI yang istiqomah dan dari tokoh-tokoh Islam yang independen, sehingga kelak segala masalah dan proses regenerasi kepemimpinan UMI pada semua level, dapat dilakukan sesuai kaidah demokrasi dan etika agama Islam, bukan dengan demokrasi sekuler, yang cenderung melahirkan dikotomi/perpecahan.

Editor: WARTA SHALLY HIDAYAT
  • Bagikan

Exit mobile version