Keluarga Besar Almarhum Virendy Kecewa Terhadap Tuntutan JPU dan Putusan PN Maros

  • Bagikan

MAKASSAR,BKM.FAJAR.CO.ID--Slogan atau tagline "Justice For Virendy (Keadilan Bagi Virendy)" yang sejak Januari 2023 silam digaungkan kalangan mahasiswa, simpatisan dan publik yang berempati terhadap peristiwa kematian mahasiswa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas) ketika mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII Tahun 2023 UKM Mapala 09 FT Unhas, kini cuma impian belaka.

Harapan mulia tersebut harus 'terkubur' tatkala majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Maros yang menyidangkan perkara ini, Senin (05/08/2024) sore mengetok palunya setelah menjatuhkan putusan pidana hanya 4 (empat) bulan penjara dikurangi masa tahanan yang telah dijalani oleh 2 (dua) terdakwa, Muhammad Ibrahim Fauzi (Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas) dan Farhan Tahir (Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII Tahun 2023 UKM Mapala 09 FT Unhas).

Demikian dikemukakan pengacara Yodi Kristianto, SH, MH selaku kuasa hukum keluarga almarhum Virendy saat mendampingi Viranda Novia Wehantouw (kakak kandung Virendy selaku saksi pelapor perkara ini) dan Ny. Femmy Lotulung (ibu kandung Virendy) memberikan keterangan kepada wartawan, Jumat (09/08/2024) pagi di Virendy Cafe Jl. Telkomas Raya No.3 Makassar, untuk menanggapi putusan pengadilan maupun tuntutan jaksa penuntut umum.

Menurut advokat muda ini, putusan PN Maros yang hanya mengganjar hukuman 4 bulan penjara buat kedua terdakwa dalam peristiwa terbunuhnya putra seorang wartawan senior di Makassar, dipandang tidak mencerminkan rasa keadilan dan penegakan hukum seutuhnya. Sementara ancaman hukuman dari Pasal 359 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP yang dinyatakan majelis hakim telah terbukti secara sah dan meyakinkan di persidangan, adalah maksimal 5 (lima) tahun penjara.

Kekecewaan berbagai kalangan atas penanganan perkara yang menjadi atensi publik ini, ungkapnya, bukan hanya terhadap putusan pengadilan saja, tetapi juga terkait tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Maros yang cuma menuntut hukuman pidana 8 (delapan) bulan penjara, dinilai sangat jauh dari ancaman yang tertuang dalam pasal KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) di surat dakwaannya dan berhasil dibuktikannya di persidangan.

Begitu pula saat perkara tersebut masih bergulir di tangan aparat kepolisian, diduga tidak maksimal mengungkap tabir sesungguhnya di balik peristiwa yang telah merenggut nyawa Virendy secara tragis dengan penuh luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuh korban.

"Inikah wujud keadilan dan penegakan hukum yang harus diterima keluarga dalam tragedi kematian ananda tercinta, Virendy Marjefy Wehantouw yang juga cucu seorang mantan Guru Besar Universitas Hasanuddin, yakni Alm. Prof. Dr. O.J. Wehantouw, MS ? Nilai sebuah nyawa manusia hanya diukur dengan ganjaran hukuman pidana 4 bulan penjara oleh majelis hakim yang notabene bertindak mewakili institusi atau lembaga penegakan hukum di tanah air ini ?," tuturnya.

Secara yuridis, lanjut Yodi, dirinya selaku kuasa hukum keluarga almarhum sesungguhnya memberikan apresiasi dan menghargai upaya serta kerja keras majelis hakim maupun jaksa penuntut umum yang mampu membuktikan perbuatan kedua terdakwa, namun mungkin putusan dan penuntutan hukumannya yang dipandang keliru sehingga menimbulkan penafsiran negatif, sorotan, kecaman, pertanyaan dan opini-opini buruk di tengah publik.

Putusan majelis hakim telah dijatuhkan dan palu sudah diketok meski belum berkekuatan hukum tetap (inkrah). Terhadap putusan itu, kedua terdakwa maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir apakah menerima atau hendak banding. Lantas bagi keluarga korban, jika merasa tidak puas dengan putusan ini, cuma bisa gigit jari dan hanya dapat berharap kepada hati nurani jaksa penuntut umum untuk melakukan banding dengan dasar hukuman yang dijatuhkan tidak mencapai 2/3 dari tuntutan.

"Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim selain terbilang sangat-sangat tak sesuai dengan ancaman pasal yang didakwakan, kenyataannya pula tidak mencapai 2/3 dari tuntutan, sehingga wajiblah bagi jaksa penuntut umum untuk mengajukan banding. Apalagi perkara ini tergolong kasus yang menjadi atensi publik. Dan apabila tidak mengajukan banding, kemungkinan ancaman sanksi disiplin dari institusinya akan menerpanya," tandasnya.

  • Bagikan

Exit mobile version