Idealnya, partai politik berperan maksimal sebagai wadah kaderisasi dan pendidikan politik bagi siapapun yang berkeinginan masuk ke dunia politik. Sejak lepas SMA, putera-puteri bangsa sudah bisa menentukan akan bergabung di parpol mana dan memulainya dari lingkungan di mana dia berdomisili.
Jika peran-peran seperti di atas dilaksanakan secara optimal oleh partai, maka kebuntuan penyaluran aspirasi rakyat bisa dihindari. Minimal, fenomena volunterisme politik tidak serta-merta dinilai sebagai pengambilalihan peran dan fungsi parpol dalam sistem politik kita.
Kehadiran simpul-simpul relawan, khususnya menjelang Pilpres 2024 mendatang, sedikit banyak telah mengubah warna kontestasi politik kita. Dari relawan inilah lahir dan tumbuh gairah partisipasi politik publik.
Sebagai kelompok non-partisan yang lahir dari bawah, gerakan-gerakan relawan politik memang mendapatkan penerimaan yang cukup baik oleh rakyat, alih-alih menghindari partai politik yang dikenal sudah terkontaminasi kepentingan elit dan oligarki.
Hanya saja, kita berharap setelah Pilpres 2024 nanti, demokrasi kita bisa lebih baik dari saat ini. Setidaknya sistem kepartaian bisa lebih diperbaiki sehingga tugas dan fungsinya berjalan sesuai Undang-undang, dan tidak lagi bermasalah dengan dana operasional.
Saya setuju agar partai politik dibiayai oleh negara melalui skema APBN. Dengan demikian, partai politik bisa berperan lebih maksimal membangun kesadaran politik pada lapis masyarakat terbawah, mengkanalisasi aspirasi dan menjadikannya sebagai kebijakan partai secara nasional.
Karena menggunakan APBN, maka konsekuensinya partai politik harus bekerja secara transparan dan akuntabel, siap diaudit dan dievaluasi sesuai dengan regulasi yang ada.
Hanya dengan demikian, sistem demokrasi dan penyelenggaraan negara bisa lebih baik tanpa harus menunggu rakyat berbondong-bondong menjadi relawan politik hanya untuk menyuarakan aspirasi mereka.(*)