Dalam perjalanannya, aplikasi ini ternyata tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Ada 65 desa yang sama sekali tidak pernah berfungsi dan beberapa desa berfungsi hanya beberapa bulan saja.
"Dari situ kemudian, berdasarkan audit perhitungan kerugian keuangan negara, ditemukan yang realistis tidak sebesar itu. Hanya sekitar Rp133 juta dari keseluruhan anggaran Rp600 juta," bebernya.
Ikbal menambahkan, aplikasi ini telah ada sejak 2013, namun penyelidikan dan penyidikan dimulai dari 2016 lalu. Berdasarkan beberapa pertimbangan, tersangka telah dilakukan penahanan kota.
"Dengan pertimbangan, mereka tidak dilakukan penahanan oleh penyelidik pada saat penyelidikan di Polres. Selanjutnya, yang bersangkutan bersedia atau berniat mengembalikan seluruh kerugian negara. Juga ada yang menjamin," tambahnya.
Terkait hal tersebut, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Maros, Raka Buntasing Panjongko mengatakan, meski melakukan pengembalian kerugian negara, perkara tetap akan dilanjutkan. Ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 4 UU Tipikor, bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.
"Sudah membuat surat pernyataan akan mengembalikan kerugian negara tersebut. Kalau sudah begitu, sebelum dijatuhkannya tuntutan, mereka sudah harus melakukan pengembalian kerugian negara. Ini akan masuk dalam hal-hal yang meringankan terdakwa," pungkasnya.(Ari)