Sulsel Bisa Surplus Daging Sapi Jika Ini yang Dilakukan

  • Bagikan

Jika anak sapi ini setelah digemukkan oleh perusahaan-perusahaan penggemukan dengan pakan berkualitas diperkirakan pada akhir penggemukan isi daging atau karkas sekitar 140 kg per ekor. Dengan demikian, kata Rahmat, jumlah daging sapi yang dihasilkan sebanyak 61.229.875 kg atau 61,23 ton.

"Kita ketahui bahwa kebutuhan daging sapi di Sulsel kurang lebih 11.000 ton dalam setahun atau 30 ton sehari, maka terdapat surplus sebanyak 50,23 ton yang setara 358.785 ekor sapi jantan siap ekspor," jelasnya.

"Inilah potensi produksi ternak sapi potong yang dimiliki peternakan rakyat di Sulsel dalam mewujudkan Sulsel sebagai kawasan lumbung daging sapi. Ini akan dicapai bila dikelola dengan perencanaan yang baik dan benar," katanya.

Oleh karena itu, menurut Rahmat, pemberdayaan usaha peternakan rakyat yang fokus menghasilkan sapi jantan untuk digemukkan perlu mendapat perhatian Pemprov Sulsel. Tanpa pembibitan sapi jantan berskala besar dengan biaya murah, lanjut Rahmat, Sulsel akan sulit menjadi kawasan lumbung daging di Indonesia.

Rahmat menjelaskan, saat ini perusahaan penggemukan skala besar dan kecil tidak berani melakukan pembibitan karena proses produksi yang lama sehingga biaya investasi dan operasional besar dan berisiko. Para pengusaha, kata dia, lebih berminat membeli sapi bakalan atau impor sapi jantan bakalan untuk digemukan.

"Ini karena produksi sapi jantan bakalan domestik dalam jumlah besar dan berkualitas tidak tersedia. Makanya harus ditempuh pemeliharaan induk secara intensif dan semi intensif untuk menghasilkan sapi jantan bakalan," ujar Rahmat.

Apabila sistem pembibitan sapi potong yang dilakukan usaha peternakan rakyat ini berjalan maksimal, maka Rahmat optimistis Sulsel bisa mencapai swasembada daging, pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, membangun ekonomi pedesaan yang produktif, tak akan ada lagi pemotongan sapi betina produktif dan PAD dari sektor peternakan khususnya sapi potong akan meningkat.

"Upaya untuk mencapai pembibitan yang maksimal oleh usaha peternakan rakyat diperlukan pemikiran dan kerja keras serta integritas yang tinggi dalam pengelolaannya. Jangan lupa program pemberdayaan peternakan rakyat harus dari bawah atau bottom up agar terjadi partisipatif aktif petani ternak sebagai pemilik dan pelaku usaha. Bukan sebaliknya dari atas atau top down yang selama ini terjadi," tutup Rahmat.

Sementara itu, pensiunan dosen Fakultas Peternakan Unhas, Dr Ir Latif Fattah setuju dengan pemikiran Rahmat. Ia berharap Pemprov Sulsel bisa bekerja maksimal sehingga Sulsel bisa surplus daging. (*)

  • Bagikan