Buku Aldera Membaca Ruang Waktu Orde Baru

  • Bagikan

Begitupun yang disampaikan Wakil Rektor I UNM Makassar, Prof Hasnawi Haris menjelaskan kejujuran dalam buku Aldera ada banyak hal yang bisa dibuktikan disaat ini dan hal tersebut benar adanya karena langsung ditulis oleh pelaku sejarah.

"Buku ini tak lepas dari bias subjektivitas penulisnya karena kita menyesuaikan lagi apakah bisa mewakili potret gerakan kaum muda masa itu. Merekam gejolak aktivisme kaum muda di era Orde Baru, saya bisa katakan membaca buku Aldera serasa memasuki ruang waktu masa itu," katanya.

Terlebih lagi, dirinya mengakui jika buku ini benar bisa dipertanggungjawabkan, sebab semua isi didalamnya tertera keterlibatan aktor, isu pergerakan, sampai potret pergerakan muaranya melakukan perlawanan terhadap otoritarianisme orde baru. Didalam buku Aldera wajib dibedah secara ilmiah, karena ada banyak fakta sejarah yang kehadirannya membawa perubahan.

Sementara Akbar Endra dalam paparan materinya mengatakan, di masa gejolak aktivisme tahun 1998, mengkritik pemerintah sama halnya dianggap mengganggu ketertiban. Sejak tahun 1993, mahasiswa dan aktivis sudah bosan dipimpin Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.

"Pada tahun 1994 kita sudah bosan dipimpin presiden berkuasa 32 tahun. Maka mahasiswa ketika itu meminta presiden, gubernur, bupati paling lama berkuasa dua periode. Itu diinginkan reformasi waktu itu, membatasi masa kekuasaan dan itu yang diperjuangkan Aldera," akunya.

Penulis juga tak menampik jika pengalaman subjektif penulis memberi warna dalam buku ini, karena para penulis tak berjarak dengan gejolak gerakan mahasiswa era 90-an. Penulis juga menyadari jika gahasan dalam buku ini dari Pius Lustrilanang.

"Membaca buku ini kita diahak menyelisik jejak sejarah perjuangan aktivis menentang penguasa. Waktu itu para pemuda progresif masih memegang rasa idealisme dan sikap kritis. Tanpa di cemari oleh politik praktis ataupun cita-cita kekuasaan," tuturnya. (Ita)

  • Bagikan