Koperasi yang dibentuk pada tahun 2015 tersebut juga tidak pernah menjalankan kegiatan.
“Merupakan koperasi yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam UU karena didirikan oleh satu orang tanpa rapat anggota, serta tidak memiliki kegiatan koperasi,” kata Didik.
“Seluruh pengurusnya pun merupakan pengurus yang tidaksah menurut peraturan perundang-undangan, tersangka AB mengukuhkan dirinya sendirimenjadi ketua tanpa melalui rapat anggota, sehingga juga tidak prosedural dan bertentangan dengan peraturan hukum,” terangnya.
Selanjutnya, tersangka AB mengeluarkan surat keputusan sendiri mengangkat tersangka SB sebagai Direktur Pengurus dan Pengelola Koperasi BMT Bukit Harapan Cabang Lilimori, tanpa melalui rapat anggota dan akta pengukuhan, sehingga bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perkoperasian.
Pada tahun 2017 hingga 2018, lanjut Didik, para tersangka mengumpulkan dokumen berupa sertifikat, foto copy KTP, dan akta tanah lainnya, yang bukan merupakan milik dari anggota koperasi.
Hal tersebut hanya untuk memenuhi syarat administrasi pengajuan permohonan bantuan dana PSR. Adapun permohonan bantuan dana PSR yang diajukan untuk 150 pekebun dengan luas lahan 400,5178 hektar di Desa Lilimori, Kecamatan Bulutaba, Pasangkayu.
Perbuatan itu, menurut Didik, bertentangan dengan ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan. Pengajuan permohonan selanjutnya diserahkan kepada Kabid Perkebunan Kabupaten Pasangkayu, mendiang Rusman. Tanpa dilakukan verifikasi, Rusman mengajukan permohonan tersebut kepada Direktur Jenderal Perkebunan.
“Setelah dilakukan verifikasi administrasi, usulan tersebut disetujui dan sekitar Oktober 2019 sampai Desember 2019, dana masuk ke rekening atas nama Koperasi BMT Bukit Harapan dengan jumlah dana keseluruhan sebesar Rp.8.625.292.500,” sambung Kajati. (zul)