MAKASSAR, BKM–Belasan bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota di Sulawesi Selatan tetap melirik parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi karena dinilai berprestasi saat menjalankan amanah di pemerintahan selama satu hingga dua periode.
Mereka diantaranya Bupati dan Wakil Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan dan Abd Rauf Malaganni Kr Kio, Bupati dan Wakil Bupati Takalar Syamsari Kitta dan Ahmad Daeg Sere, Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto Iksan Iskandar dan Paris Yasir, Wakil Bupati Bantaeng H Sahabuddin, Bupati dan Wakil Bupati Selayar Basli Ali dan Saiful Arif.
Juga ada nama Bupati dan Wakil Bupati Bone Andi Fahsar M Padjalangi dan Ambo Dalle, Bupati dan Wakil Bupati Soppeng Andi Kaswadi Razak dan Lutfi Halide, Bupati dan Wakil Bupati Erekang Muslimin Bando dan Asman, Bupati Tana Toraja Theofilus Allorerung, Bupati dan Wakil Bupati Luwu Basmin Mattayang dan Syukur Bijak serta Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani.
Selain itu, ada Walikota dan Wakil Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto serta Fatmawati Rusdi,
Wali Kota dan Wakil Walikota Parepare Taufan Pawe dan Pangerang Rahim serta
Walikota dan Wakil Walikota Palopo Judas Amir dan Rahmat Masri Bandaso.
Meski sejumlah wakil bupati dan wakil wali kota melirik parlemen, namun mereka juga disebut tetap melirik pemilihan bupati (pilbup) dan pemilihan wali kota (pilwali) 17 November 2024.
Mereka yakni Fatmawati Rusdi, Abd Rauf Malaganni, Paris Yasir, Sahabuddin, Saiful Arif, Ambo Dalle, Lutfi Halide, Pangerang Rahim Asman, Rahmat Masri Bandaso dan Syukur Bijak.
Tak hanya itu, lima hingga enam diantara mereka juga melirik pemilihan gubernur (pilgub) Sulsel diantaranya Mohammad Ramdhan Pomanto, Adnan Purichta Ichsan, Andi Fahsar M Padjalangi, Andi Kaswadi Razak, Taufan Pawe dan Indah Putri Indriani.
Pengamat politik dari Unibos Dr Arief Wicaksono mengaku bila dirinya melihat sebagai sebuah kecenderungan pilihan rasional yang muncul akibat rencana pelaksanaan event politik di 2024. “Rata-rata mereka akan lebih memilih mengikuti event politik yang lebih murah karena mereka selalu terjebak pada pemikiran bahwa pemilihan eksekutif akan selalu lebih mahal ketimbang pemilihan legislatif,”ujar Arief, Selasa (17/5).
Apalagi, menurut Arief dengan mengkapitalisasi/menjual keberhasilan saat menjabat di eksekutif, mereka pikir masuk legislatif akan menjadi lebih terukur. “Tapi sebenarnya tidak ada masalah dengan kecenderungan itu, yang jadi masalah adalah jika mereka membiakkan dan mengamini bahwa keterpilihan akan lebih ditentukan oleh politik uang,”ucapnya .