JAKARTA, BKM.COM– Jumlah penyandang penyakit pembekuan darah Hemofilia di Indonesia semakin meningkat.
Dari data Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, saat ini secara statistik jumlah pasien sudah mencapai angka lebih dari 25 ribu orang meskipun yang tercatat hanya 10 persennya saja.
Jauhnya angka yang tercatat dengan realitas di lapangan salah satunya disebabkan oleh rendahnya pelaporan kasus yang diakibatkan oleh minimnya pelayanan screening yang belum bisa dilakukan di seluruh rumah sakit.
Menurut Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Salim Segaf al-Jufri, penyakit Hemofilia jika dibiarkan akan berakibat cacat permanen dan bahkan kematian pada pasiennya. Oleh karena itu, upaya pencegahan sedini mungkin khususnya saat masih anak-anak perlu menjadi perhatian khusus baik bagi pihak keluarga maupun pemerintah agar jumlah penderitanya di masa depan bisa ditekan.
“Sebagai salah satu dari penyakit genetik yang beresiko, upaya-upaya yang dilakukan oleh dunia kedokteran seperti profilaksis perlu didukung oleh pemerintah karena biayanya cukup besar. Namun efek jangka panjangnya, di masa depan Indonesia tidak kekurangan sumber daya manusia yang unggul karena anak-anak penderita Hemofilia bisa mendapatkan perawatan yang lengkap sejak awal sehingga mereka tetap bisa fokus belajar dan mengejar cita-citanya,” tuturnya saat memperingati Hari Hemofilia Sedunia di kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera, Minggu (17/4).
Kendala pengobatan bagi pasien Hemofilia masih menjadi pekerjaan rumah baik bagi pemerintah maupun pihak rumah sakit. Menurut mantan Menteri Sosial RI yang akrab dipanggil Doktor Salim ini, pengobatan Hemofilia sudah ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) namun adanya aturan standar pembiayaan bisa menjadi penghambat proses penyembuhan itu sendiri.
“Hasil diagnosa dari pihak rumah sakit terkadang tidak masuk dalam daftar BPJS. Misalnya saja pasien didiagnosa masuk dalam kategori berat, yang tentu membutuhkan biaya lebih besar. Termasuk batas maksimal obat yang bisa diterima dari aturan BPJS seperti hanya 500 unit padahal kebutuhannya 1000 unit. Apalagi obat yang diberikan terkadang tidak sesuai dengan standar yang disediakan pemerintah sehingga menjadi hambatan bagi pasien untuk bisa sembuh.”
Doktor Salim juga meminta pemerintah untuk lebih serius lagi dalam menangani pasien-pasien Hemofilia karena sebagian besar diderita oleh anak-anak.
“Kita bayangkan jika mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu, dan termasuk kategori Hemofilia berat. Bagaimana mereka bisa menyembuhkan anak-anak mereka? Padahal anak-anak itu adalah cikal bakal sumber daya manusia Indonesia yang unggul di masa depan, namun karena menderita penyakit ini mereka tidak bisa konsentrasi belajar sehingga akhirnya terbengkalai. Tentu yang rugi nantinya adalah bangsa ini juga,” imbuhnya.
Selain faktor obat, tambahya, faktor lainnya adalah psikososial di mana anak-anak akan merasa minder dengan penyakit mereka. Dampaknya, emosional mereka tidak terbangun dengan sempurna dan secara intelektualitas pun tidak optimal karena penyakit tersebut membawa pengaruh terhadap kondisi kejiwaan mereka.
“Kita harus berupaya keras untuk menghadirkan pengobatan yang murah dan bahkan gratis untuk mereka,” pungkasnya.
Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan darah. Penyakit ini merupakan penyakit keturunan yang tidak bisa disembuhkan. Penyembuhan dilakukan dengan menambahkan faktor pembekuan darah secara konsentrat atau transfuse dan harus dilakukan seumur hidup untuk menstabilkan kadar pembekuan darah.(*)