NAJAMUDDIN SEWANG kini telah terbaring di peristirahatannya yang abadi. Ia dimakamkan di kampung halamannya Kabupaten Takalar pada hari Senin (4/4). Pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Makassar yang berusia 34 tahun itu menjemput ajal dengan cara yang tak disangka-sangka. Ditembak oleh orang tak dikenal (OTK) sepulang dari bertugas pada hari Minggu (3/4) pagi.
Duka yang mendalam begitu dirasakan oleh sang istri, Rovida Setya Iksani. BKM mewawancarainya secara khusus di kediamannya pada sebuah kompleks perumahan di Jalan Sultan Alauddin Makassar, Rabu (6/4). Hasil wawancaranya juga bisa disaksikan di kanal Youtube Berita Kota Makassar.
Rovida, begitu panggilannya. Ia berkisah tentang hari-hari terakhir menjelang kepergian suaminya untuk selama-lamanya. Sesekali ibu dua anak ini berusaha menahan isak tangis ketika mengisahkan kronologis kejadian dan perjalanan rumah tangga mereka selama kurang lebih 14 tahun lamanya.
”Di hari Minggu setelah salat subuh dia tidak langsung pulang ke rumah. Dia mengajak anaknya untuk jalan-jalan menghidup udara pagi. Pulangnya bilang ke saya, bun anaknya habis saya ajak jalan-jalan,” tutur Rovida menirukan percakapan dengan suaminya.
Karena tahu suaminya akan bertugas hari itu pada pukul 8 pagi, Rovida kemudian memintanya untuk tidur terlebih dahulu. Pada pukul 07.15 Wita, Rovida pun membangunkan Naja, panggilan akrab Najamuddin.
”Dia kemudian mandi lalu bersiap-siap untuk berangkat tugas. Saya ingat hari itu dia pakai yang serba baru. Kaus dalam warna putihnya baru. Celananya baru. Sepatunya juga baru sekali itu dipakai. Ketika itu tidak ada firasat apa-apa. Suami saya itu baik, penyanyang, lucu, dan humoris,” tutur wanita berhijab ini.
Seperti biasa, sebelum berangkat Naja bercermin. Beberapa kali dia sempat bolak balik di depan cermin. Beberapa kali juga ia sempat bertanya ke istrinya.
”Bun, sudah bagus belum? Saya bilang, sudah bagus sayang. Itu diulang-ulang, sampai-sampai anak-anak bilang; ayah jangan bertanya begitu terus sama ibu, nanti ibu bosan. Terus, saya ketawa dan dia juga ketawa. Setelah itu saya antar. Saya salim dan peluk dia. Setelah itu saya antar sampai ke depan pagar seperti biasa. Tidak ada firasat apapun,” jelasnya.
Dengan mengendarai sepeda motor, Naja berangkat ke bertugas. Pagi itu lokasinya di kawasan Centrepoint of Indonesia (CoI).
Tak berselang lama, menjelang pukul 10.00 Wita Rovida siap-siap untuk beristirahat. Tetiba masuk telepon di gawainya. Panggilan itu berasal dari teman suaminya. Ia menyampaikan kabar duka.
”Ibu, Kak Naja kecelakaan. Saya tidak percaya. Saya langsung matikam kemudian menelepon langsung nomornya. Ternyata temannya juga yang angkat. Ibu, Kak Naja ini kecelakaan. Saya bilang mana suami saya. Dia bilang, sabarki dulu. Saya langsung panik. Dia mau ubah untuk video call langsung saya matikan, karena saya tidak mau lihat. Saya langsung minta tolong agar dia segera dibawa ke UGD rumah sakit terdekat. RS Siloam yang paling dekat dari situ. Segera carikan mobil, nanti saya yang bayar,” terangnya.
Setelah itu Rovida meminta tolong ke tetangga untuk diantar, karena ia merasa berisiko bila membawa mobil sendirian. Kedua buah hatinya ia tinggal di rumah setelah sebelumnya dititip ke tetangga.
Di perjalanan ia kembali menelepon rekan suaminya dan menanyakan posisi terakhir. Ia pun kaget karena ternyata Naja masih berada di lokasi dan belum dibawa ke rumah sakit.
”Saya sampaikan, apapun yang terjadi, mau masih ada atau sudah tidak ada, bawa ke UGD. Jawabnya iya bu, iya bu. Katanya juga sudah ada polisi di sana,” ungkapnya.
Rovida menghubungi rekan Naja yang lain. Namun dia tidak berada di lokasi, dan berjanji menghubungi temannya yang di sana. Kekecewaan pun menghinggapi Rovida.
Kepada tetangga yang mengantarnya, dia meminta untuk bisa cepat sampai. Setibanya di lokasi sudah ada ada polisi serta teman Naja yang berseragam Dishub. Ada pula warga. Tubuh Naja tampak dibaringkan di atas balai-balai ditutupi menggunakan sarung.
”Saya langsung loncat dari mobil dan membuka sarung penutupnya. Saya bilang, kenapa dibeginikan suami saya? Kenapa tidak ada yang bawa ke rumah sakit? Kenapa semua diam?” katanya dengan suara meninggi.
”Tolong angkat ke mobil. Semua masih diam. Tolong angka ke mobil. Mereka masih diam juga. Ketiga kalinya saya berteriak, kenapa tidak ada yang bergerak. Tolong angkat ke mobil sekarang. Saya mau bawa ke rumah sakit,” tambahnya.
Rovida sempat merangkul tubuh suaminya yang sudah tidak bergerak. Karena informasi yang diperolehnya, Naja meninggal karena serangan jantung. Dia tidak percaya dengan klaim itu. Sebab suaminya sehat. Terakhir, dua hari menjelang kematiannya, ia sempat memeriksakan tekanan darahnya dan dinyatakan normal.
”Waktu anaknya vaksin di sekolah, suami saya sempat periksakan tekanan darahnya dan norma. Juga tidak ada keluhan sakit. Dia itu olahragawan. Jadi tidak percaya kalau terkena serangan jantung,” jelasnya.
Naja kemudian dibawa ke Rumah Sakit Siloam dengan menggunakan mobil tetangga Rovida. Begitu dicek ternyata denyutnya sudah tidak ada. Selanjutnya dipasangi kabel-kabel, dan di monitor terlihat datar.
”Ketika mau dibawa ke ruang jenazah, disutu saya syok dan berteriak. Saya kecewa sekali, kenapa tidak cepat dibawa ke UGD. Selama ini kalau ada apa-apa dia selalu bergerak cepat. Giliran terluka dan butuh pertolongan, kejadiannya seperti ini. Padahal di situ banyak teman-temannya,” cetusnya.
Di saat ambulans disiapkan untuk membawa jenazah pulang, Rovida kembali harus menahan kesedihannya. Karena anak-anaknya belum tahu kalau ayah mereka sudah tiada. Bagaimana caranya ia menyampaikan ke anak-anak? Bagaimana bila mereka mendengar suara sirine? ”Petugasnya bilang nanti sirinenya dimastikan,” ujar Rovida.
Ia juga meminta kepada tetangga agar tidak menyampaikan kabar ini ke anak-anaknya. ”Saya minta ke tetangga tolong peluk anak saya di rumah. Saya tidak tahu cara menyampaikannya bagaimana, karena anak saya itu dekat sekali dengan ayahnya. Dia dengan anaknya seperti teman. Tidak ada batasan dan selalu bercanda. Sayang sekali ke anak-anaknya,” kenang Rovida dengan maat berkaca-kaca.
Selama di rumah sakit dan di atas ambulans tidak ada ditemukan darah di tubuh Naja. Rovida juga selalu berpikir positif dengan kepergian suaminya. Apalagi selama ini tidak pernah cerita kalau ada masalah.
Sesampainya di rumah, kakak korban heran. Kenapa kejadiannya seperti ini. Pasti ada sesuatu. Tidak mungkin kalau hanya kecelakaan biasa langsung meninggal. ”Saya juga heran kalau suami saya tiba-tiba meninggal karena jatuh dari motor. Aneh sekali,” terangnya.
Untuk proses persemayaman di rumah duka, pakaian yang dikenakan korban berusaha dibuka dengan cara digunting. Karena tidak ada prasangka lain-lain, pakaian tersebut langsung disimpan di keranjang. Begitu mayat dibaringkan, didapati ada warna ungu di tubuhnya. Rovida lalu memegang lengannya yang sebelah kiri dan teras keras dan kaku.
Kakak Naja yang tidak percaya kalau adiknya terkena serangan jantung dan jatuh dari motor, kemudian berusaha mencari tahu apa penyebab sebenarnya. Sebab ada sesuatu yang janggal.
Dicarilah rekaman kamera pemantau CCTV oleh rekan korban. Setelah itu mereka masuk dan memeriksa mayat Naja. Di bagian depan mereka tidak mendapati apa-apa. Setelah tubuhnya diangkat sedikit, didapati darah menetes dan terlihat lubang.
”Kakaknya bertanya, bagaimana kita lanjutkan? Saya bilang, terserah kak. Lakukan saja apa yang terbaik. Untuk saya mungkin sudah ikhlas. Tapi bagaimana dengan suami saya. Dia butuh keadilan agar kasusnya bisa diungkap. Semoga pelakunya segera ditemukan,” tandas Rovida. (*/rus)