BERSEDEKAH di saat kelapangan rezeki itu lumrah dilakukan. Namun, menunaikannya di masa sempit serta tak punya sesuatu yang berharga, itu hal yang luar biasa.
SEPERTI kisah yang dituturkan Ustaz Swardi Rapi, Ketua Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Dai Muda Indonesia (IDMI) Sulsel ketika menjadi narasumber siniar (podcast) program Berkah (Berbagi Ramadan dan Sedekah) untuk kanal Youtube Berita Kota Makassar. Ia seorang dai sekaligus aktivis yang bergerak di bidang kebencanaan
Dikatakan, bulan Ramdan merupakan bulan berbagi dan maksimalkan bersedekah dengan saudara seiman. Sehingga senantiasa dinantikan oleh orang-orang mukmin. Sebab Allah menjanjikan bulan Ramadan dengan banyak kebaikan.
”Allah Swt sangat mencintai hamba yang bersedekah di saat dia lapang. Namun lebih cinta orang yang bersedekah dalam keadaan susah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang yang menyedekahkan harta mereka di malam hari dan di siang hari, secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, maka baginya tentu adalah pahala di sisi Allah Swt dan tidak ada rasa kekhawatiran dan tanpa bersedih hati,” terang Ustaz Swardi.
Bagi orang-orang yang beriman, lanjut Ustaz Swardi, bersedekah menjadi bukti bahwa harta yang direzekikan kepadanya ada hak orang lain yang mesti ditunaikan. Sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Allah Swt.
”Yang namanya bersedekah kita itu adalah berbagi kepada sesama. Bagaimana bentuk keimanan kita dengan harta yang dimiliki dan mampu berbagi,” jelasnya.
Ia lalu menguraikan kisah Nabi Muhammad Saw dengan sahabatnya Abu Hurairah RA. Kepada nabi, sang sahabat menyebut ajaib yang namanya sedekah. ”Beruntunglah saudara kami sampai mereka bersedekah karena memiliki kelapangan rezeki. Berlebihan dalam harta mereka. Lalu bagaimana dengan saya yang juga ingin bersedekah, seperti mereka yang memiliki harta berkecukupan?” tanyanya.
Nabi Saw menjawab. ”Besok kamu masak sup dan perbanyak kuahnya.” Abu Hurairah kembali bertanya; ”Bagaimana saya bisa masak sup, sementara isinya hanya air dan daun bawang?” Namun, Rasulullah tetap meminta kepadanya untuk melakukannya.
Keesokan harinya Abu Hurairah pun mempraktikkannya. Setelah supnya masak, ia membagikan sup tersebut kepada tetangganya yang kaya raya. Sang tetangga kaget melihat sup yang berisi air dan daun bawang. Dia lalu memanggil suaminya dan memperlihatkan apa yang dibawa oleh Abu Hurairah.
Esok harinya tetangga yang kaya raya itu membalasnya. Ia membawakan sup kambing. Abu Hurairah pun membuktikan keajaiban sedekah karena sudah merasakan manfaat dan faedahnya.
Ustaz Swardi mengutip ayat dalam Al-Qur’an, bahwa orang-orang yang berinfaq melakukannya dalam keadaan lapang maupun sempit. Jangan menunggu kaya batu kemudian bersedekah. Tapi pergunakanlah kesempatan yang sebaik-baiknya untuk berbagi.
Ia kembali mengisahkan satu keajaiban sedekah. Kali ini seorang nenek yang tinggal seorang diri, yang punya cita-cita untuk menunaikan ibadah umrah dan haji. Tapi kehidupan sehati-harinya serba kekurangan. Untuk makan pagi biasanya ada, sementara siang dan malam ia kesulitan untuk mendapatkannya.
Di balik kondisinya yang serba kekurangan itu, sang nenek punya sikap dermawan dan suka berbagi. Suatu ketika datanglah pengemis ke rumahnya dan meminta sedekah. Dia bertanya; ”Apa yang bisa saya bantu.” Pengemis tersebut mengaku sudah beberapa hari belum makan. ”Adakah sedekah yang bisa engkau berikan kepada saya?” pintanya.
Nenek itu meminta kepada si pengemis untuk menunggu. Ia lalu masuk memeriksa ke dalam rumahnya, namun tidak melihat barang berharga untuk diberikan. Yang dia tahu hanya baju yang dipakai saat itu satu-satunya barang berharga miliknya.
Sang nenek pun langsung mengganti bajunya dengan pakaian lain yang masih ada, walau sudah sangat lusuh dan kondisinya sangat tidak layak pakai. Selanjutnya, baju miliknya kemudian disedekahkan kepada sang pengemis.
Sebelum harapan dan keinginannya untuk berangkat berhaji ditunaikan, lanjut Ustaz Swardi, nenek yang dermawan itu meninggal dunia. Namun luar biasanya, di saat musim haji tiba, orang yang mengenal nenek melihatnya ikut tawaf bersama mereka.
Setelah kembali dari berhaji, orang tersebut mendatangi rumah sang nenek untuk mengucapkan selamat. Sesampainya di rumah nenek tersebut, orang-orang sekitar menyampaikan bahwa nenek yang dicari sudah lama meninggal.
”Lalu kenapa dia terlihat ikut tawaf? Boleh jadi ini merupakan berkah dari sedekah sang nenek kepada pengemis yang datang ke rumahnya,” kata Ustaz Swardi.
Hikmah apa yang bisa diambil dari kisah ini? ”Dalam keadaan kesusahan pun tidak menghalangi seseorang untuk bersedekah. Karena syarat untuk berbagi buka pada persoalan kaya atau miskin, tapi mau atau tidak. Sebab banyak saudara-saudara kita yang berkecukupan tapi pelit mengeluarkannya. Takut hartanya semakin berkurang jika dia berbagi dengan orang lain,” tandasnya.
”Barang siapa yang ridha dengan rezeki yang sedikit kemudian dibagikan di jalanAllah Swt, Allah pun ridhak epadanya. Ini menjadi penyemangat buat kita untuk senantiasa mempergunakan waktu dan kesempatan buat bersedekah. Jadi, jangan pernah menunda dan menunggu kaya untuk melakukannya,” kata Ustaz Swardi. (*/rus)