MAKASSAR, BKM.FAJAR.CO.ID - Pelarian Muh Risman Pasigai akhirnya terhenti. Kader Partai Golkar yang berusia 44 tahun itu berhasil ditangkap dan diamankan oleh tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel dan Kejari Makassar.
Ia yang sudah buron selama setahun dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus tindak pidana pencemaran nama baik, diciduk di wilayah Jalan KH Wahid Hasyim, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Senin malam (4/4).
Risman adalah terpidana yang telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman enam bulan dan dinyatakan telah dinyatakan inkra pada tahap kasasi oleh majelis hakim Mahkamah Agung RI. Ia merupakan mantan ketua panitia Musyawarah Daerah (Musda) IX Partai Golkar Sulsel tahun 2019.
Sebelum diciduk, Risman terpantau tengah berada di Cafe Phoenam Jakarta pada pukul 21.05 WIB. Sesaat setelah diamankan, dengan pengawalan ketat buronan ini langsung digiring untuk diterbangkan ke Makassar guna menjalani masa hukuman pidana yang telah dijatuhkan kepadanya.
”Sudah tiga kali kita melakukan pemanggilan, tapi tidak diindahkan, sehingga yang bersangkutan kita tetapkan sebagai DPO,” kata Kajari Makassar Andi Sundari dalam keterangan persnya, Selasa (5/5). Ia didampingi Kasi Intel Andi Alamsyah, Kasi Pidum Arini As’ad, dan Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi.
Andi Sundari menyebut, terpidana dieksekusi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 160 K/Pid/2021 tanggal 3 Maret 2021. Risman Pasigai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama enam bulan.
“Kami mengimbau kepada seluruh yang masuk DPO kejaksaan agar menyerahkan diri. Karena tidak ada ruang tempat bersembunyi bagi mereka. Saat ini Kejari masih mengejar enam orang DPO, masing-masing empat DPO kasus Pidum dan dua orang kasus Pidsus,” ungkap Andi Sundari saat merilis penangkapan Risman Pasigai.
Kasus yang menjerat Risman Pasigai terjadi ketika ia bertindak selaku Ketua Panitia Musda IX Partai Golkar Sulawesi Selatan yang berlangsung 26-27 Juni 2019 di Hotel Novotel, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Makassar. Ketika itu saksi HA dan MT datang untuk menyampaikan aspirasi, karena mereka merasa salah satu kader Partai Golkar. Mereka membagi-bagikan selebaran kepada para peserta Musda.
Selebaran itu berisi penolakan dan protes terhadap diselenggarakannya Musda IX DPD Partai Golkar Sulsel, serta menolak Nurdin Halid sebagai calon ketum DPD Partai Golkar Sulsel, karena tidak sesuai dengan Juklak DPP Partai Golkar.
Setelahnya, saksi HA dan MT langsung diminta oleh panitia keamanan untuk meninggalkan tempat. Namun saat berada di luar tempat kejadian, saksi HA sempat berbicara dengan terpidana. Lalu panitia keamanan dan aparat kepolisian yang bertugas meminta saksi HA segera menjauhi tempat berlangsungnya Musda IX Partai Golkar Sulsel.
Kemudian terpidana memberikan pernyataan di hadapan media yang ada saat itu. ”Mereka yang datang itu adalah kadernya RA yang hendak mengacaukan Musda. Dari beberapa hari lalu dia sudah kirim SMS mau demo. Jadi kami imbau kepada Rudal, senior saya kalau mau fair datang ke sini jangan suruh orang,” begitu ucapan terpidana ketika itu.
Namun kenyataannya, saksi korban RA tidak pernah menyuruh HA dan MT atau orang lain untuk datang di acara tersebut, membagikan selebaran atau untuk mengacaukan seperti yang disampaikan oleh terpidana. Sehingga saksi korban merasa difitnah dan dicemarkan nama baiknya, sehingga merasa sangat dirugikan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh terpidana. (mat)