MAKASSAR, BKM.FAJAR.CO.ID - Puluhan investor yang tergabung dalam Paguyuban Perusahaan KIMA Makassar (PPKM) mengancam hengkang dari Kawasan Industri Makassar (KIMA). Hal itu disebabkan oleh aturan yang diterapkan dinilai memberatkan pengusaha.
Aturan yang dimaksud terkait kenaikan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) yang dipatok 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah di kawasan tersebut.
Juru bicara Paguyuban Perusahaan KIMA Makassar, M Tahir Arifin, saat menggelar jumpa pers di Hotel Claro Makassar, Senin (4/4) menjelaskan PPTI yang menghimpun sekitar 30 perusahaan di KIMA mereka keberatan pengenaan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen.
Bahkan, untuk menerapkan aturan yang dinilai tidak pernah disosialisasikan dengan baik ke investor tersebut, para investor ditekan dan diintimidasi. Jika ada perusahaan yang menyatakan tidak mampu membayar PPTI, PT KIMA mengancam melakukan audit keuangan internal perusahaan terkait.
Imbasnya, karena ketakutan usahanya akan terganggu, sejumlah investor terpaksa menyerahkan kembali tanahnya ke PT KIMA yang telah dimiliki melalui perikatan jual beli di awal tahun 90-an.
Sebagian lagi pelaku usaha di KIMA dipaksa melakukan pembayaran biaya PPTI dengan cara cicil. Padahal, mereka telah menyatakan keberatan dan tidak mampu membayar biaya perpanjangan PPTI yang ditetapkan sebesar 30 persen dari NJOP karena terlalu tinggi.
Akibat penerapan aturan itu, kata Tahir, sudah ada investor yang hengkang, yakni perusahaan yang memproduksi biskuit merek Khong Guan. “Kalau begini kondisinya, lebih baik hengkang dari KIMA,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Perusahaan KIMA Makassar (PPKM) Jemmy Gautama menjelaskan, tindakan intimidasi dari pihak PT KIMA yang memaksakan kenaikan biaya kepada para investor di Kawasan Industri Makassar kian meresahkan. Hal ini membuat para investor mengadu dan mengirim surat meminta perlindungan ke Presiden Joko Widodo.
Paguyuban sudah mengirim surat ke Presiden Jokowi untuk meminta perlindungan dan kepastian berusaha bagi investor yang telah menjalankan usahanya selama puluhan tahun di kawasan industri terbesar di Indonesia Timur tersebut.
“Suratnya sudah kami kirimkan. Kami berharap ada perhatian agar biaya perpanjangan PPTI bisa diturunkan, sehingga pengusaha di sana bisa merasa nyaman,” ungkapnya.
Surat yang memohon perlindungan hukum dan kepastian berusaha itu juga dikirim ke Kementerian BUMN, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta sejumlah stakeholder terkait dan berharap sekiranya ada tindak lanjut secepatnya.
“Kami mengharapkan adanya perlindungan hukum dan kepastian dalam berusaha. Kami ajukan permohonan perlindungan untuk investor ke Bapak Presiden,” kata Jemmy Gautama.
Salah seorang investor yang mengaku sangat diberatkan dengan aturan tersebut, Adnan Widjaja yang merupakan owner PT Piramid Mega Sakti, menyebutkan dirinya merupakan investor pertama di KIMA. Lahirnya peraturan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen dari NJOP, secara sepihak menurut dia tidak ada dalam perjanjian di awal.
“Sangat memberatkan aturan itu. Bahkan sejumlah aturan di sana (KIMA), termasuk tingginya biaya PPTI ini membuat kami terpaksa memangkas jumlah pekerja, dari sebelumnya 300 orang, sekarang sisa 100 orang,” beber Adnan Widjaja.
Dia mengatakan, pihaknya sudah melakukan pembayaran sekitar Rp1 miliar lebih kepada PT KIMA untuk perpanjangan PPTI. Akan tetapi, hingga kini ia masih mengalami intimidasi, seperti beton penghalang masih dipasang di depan pabriknya.
“Kami mengalami kesulitan dan itu tidak menjadi perhatian dari PT KIMA selaku pengelola kawasan. Di awal saat masuk ke kawasan itu, kami dijanji dengan segala kemudahan, tapi sekarang malah dipersulit,” ungkapnya.
Pengusaha lainnya yang tergabung dalam PPKM Robin, mengatakan banyak investor merasa terperdaya dengan tindakan PT KIMA yang secara sepihak menetapkan biaya perpanjangan PPTI. Padahal sejak awal investor masuk ke KIMA, hal tersebut tidak disosialisasikan.
Dikonfirmasi terpisah, Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menerangkan persoalan itu sebaiknya langsung dikonfirmasi ke PT KIMA. Kendati Pemkot Makassar merupakan salah satu komisaris di sana, namun hanya sebagian kecil dari komponen PT KIMA.
“Saya kira itu hal teknis. Kita (Pemkot Makassar) cuma sebagian kecil dari PT KIMA. Jadi sebaiknya dikonfirmasi langsung ke sana,” ungkap Danny saat dihubungi kemarin.
Namun, lanjut Danny, sebaiknya PT KIMA bisa meninjau ulang aturan-aturan yang diterapkan jika memberatkan para investor. Karena jangan sampai mereka lari atau angkat kaki dari sana. (rhm)